Monday, June 30, 2008

News on June 30th, 208

Blog ini merupakan Blog Milik Pribadi, bukan Blog Resmi. Bila dalam Blog ini terdapat analisa dan informasi apapun berkaitan dengan analisa merupakan hasil dari Research dan Development PT Monex Investindo Futures yang diambil dari sumber-sumber yang dianggap dapat dipercaya, tetapi kami tidak dapat mengatakan hal itu lengkap dan akurat. Kami tidak bertanggung jawab atas penawaran apapun untuk menjual atau permintaan apapun untuk membeli berdasarkan pada analisa dan informasi yang ada di Blog ini.



RINGKASAN

  • Melonjaknya harga gas, tingginya harga bahan pangan, meningkatnya pengangguran, turunnya harga rumah, dan besarnya penyitaan bank menyebabkan konsumen AS menjadi pesimis.
  • Program pengembalian pajak pemerintah AS membantu pemulihan pendapatan masyarakat, dan memungkinkan konsumen mengatasi tingginya harga energi.
  • Kebijakan moneter yang tepat dan terkoordinasi di antara bank sentral dunia dibutuhkan untuk memerangi inflasi global.
  • Lonjakan harga minyak dan batu bara telah menurunkan laba perusahaan yang dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi Cina.
  • Emas menguat akibat tingginya harga minyak dan ketakutan investor untuk berinvestasi di bursa saham.
Kepercayaan Konsumen AS Turun Ke Level Terendah Dalam 28 Tahun Akibat Biaya Energi
Kepercayaan konsumen AS jatuh ke 56.4 akibat tingginya harga dan meningkatnya pengangguran, “Melonjaknya harga gas, tingginya harga bahan pangan, meningkatnya pengangguran, turunnya harga rumah, dan besarnya penyitaan bank menjadi alasan mengapa konsumen begitu pesimis, dan sebagian besar dari mereka menganggap bahwa masalah tersebut akan terus berlangsung hingga beberapa bulan ke depan,” menurut Richard Curtin, Direktur Reuters/University of Michigan Surveys of Consumers. Curamnya penurunan indeks ekspektasi yang telah dicatat sejak awal 2007, sering diasosiasikan dengan berlangsungnya resesi. Akan tetapi pengeluaran konsumen diharapkan tidak mengalami penurunan yang tajam. “Data ini mengindikasikan bahwa pengeluaran konsumen turun 1.0% dari level 2008, dan terus melemah hingga musim semi 2009. Resiko terjadinya kontraksi ekonomi yang dalam dan lama tidak dapat diabaikan,” ungkap Curtin.

Indeks Inflasi Inti (PCE) AS
Inflasi inti AS, yang tidak memasukkan harga bahan pangan dan energi, naik melebihi ekspektasi 0.1% di Mei dan 2.1% per tahun. Indikator ini merupakan ukuran inflasi favorit Federal Reserve AS. Sementara itu pendapatan dan pengeluaran pribadi menunjukkan angka yang lebih baik dari prediksi ekonom yang dipicu oleh program pengembalian pajak yang memulihkan pendapatan masyarakat, dan memungkinkan konsumen mengatasi tingginya harga energi. Kenaikan pengeluaran sebesar 0.8% merupakan yang terbesar sejak November, ungkap Departemen Perdagangan AS. Pendapatan tumbuh 1.9%, terbanyak sejak September 2005. Data ini menunjukkan bahwa konsumen sebagian besar menggunakan uang (pengembalian pajak ini) untuk produk-produk tertentu seperti elektronik, pakaian, dan perabotan. Tapi, ekonom dan analis mengkhawatirkan keadaan di semester kedua tahun ini seiring berkurangnya dampak stimulus pemerintah tersebut. Dengan berlanjutnya kenaikan harga energi dan pangan, dikombinasikan dengan turunnya nilai rumah dan melemahnya pasar tenaga kerja maka pengeluaran konsumen dan ekonomi pada umumnya akan melemah.

King, Kohn, Noyer Mendorong Negara Berkembang Untuk Memerangi Inflasi
Pejabat bank sentral AS dan Eropa meningkatkan tekanannya kepada rekan sejawatnya di negara berkembang untuk ikut serta memerangi inflasi. Wakil Pimpinan Fed Donald Kohn kemarin mendorong negara --yang pertumbuhan ekonominya tinggi menyebabkan naiknya harga-- untuk bertindak. Di kesempatan yang berbeda, Gubernur BoE mengungkapkan bahwa kebijakan moneter global terlihat longgar. Gubernur Bank of France Christian Noyer mengatakan bahwa tindakan yang tepat dan terkoordinasi dibutuhkan untuk mendorong fleksibilitas nilai tukar sebagai salah satu cara untuk memerangi inflasi. Komentar ini menunjukkan kecemasan pejabat bank sentral di negara maju bahwa langkah yang mereka ambil untuk memerangi inflasi tidak akan efektif bila tidak dibarengi oleh negara yang lain. Permintaan negara berkembang telah mendorong naiknya harga komoditas seperti minyak, tembaga, dan jagung hingga membentuk rekor baru.

Laba Sektor Industri Cina Tumbuh Pelan Akibat Tingginya Harga
Pertumbuhan laba sektor industri Cina berada separuhnya dari laju tahun lalu terkait lonjakan harga minyak dan batu bara, menaikkan kemungkinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan terus melambat. Pendapatan netto gabungan menguat 20.9 % menjadi 1.09 trilyun yuan ($160 milyar) hingga Mei dari setahun silam, menurut kantor statistik. Angka itu hanya 42.1% dalam lima bulan pertama tahun lalu. Lemahnya pertumbuhan laba akan menyusutkan investasi, salah satu penggerak utama pertumbuhan di negara dengan pertumbuhan tercepat dunia ini. Laba perusahaan akan tertekan oleh tingginya bahan baku dan biaya bahan bakar tahun ini.

Emas Menyentuh Level Tertinggi 1 Bulan Akibat NaiknyaMinyak & Lemahnya Saham
Emas mendekati level tertinggi dalam 1 bulan pada hari Jumat seiring tingginya harga minyak memicu ketakutan investor dan mengacaukan bursa saham global sehingga mendorong investor untuk mengalihkan dananya ke logam mulia ini. "Emas dapat bertahan di level yang tinggi, mengikuti pergerakan harga minyak dan euro-dollar," ungkap analis UBS John Reade. Harga minyak sempat naik ke $143 per barel akibat jatuhnya pasar ekuitas global mendorong investor untuk berinvestasi di komoditas. "Pulihnya ketertarikan komoditas sebagai instrument investasi berlawanan dengan terpuruknya bursa saham," tulis Ritterbusch dan Associates dalam catatannya. "Seiring trader meninggalkan bursa saham, maka citra komoditas sebagai alat perdagangan akan meningkat."

Neraca Dagang Euro-Area
Defisit neraca dagang zona euro berkurang di April, sebagian diakibatkan oleh surplus neraca barang. Dalam 12 bulan hingga April, neraca dagang surplus sebesar 0.5 M euro, ungkap ECB. Konsumen eropa kurang optimis seiring meningkatnya inflasi dan kecenderungan ECB untuk menaikkan suku bunga minggu depan. Dengan inflasi yang terus naik, harga minyak terus mencetak rekor baru dan begitu juga dengan harga pangan, sehingga tidak heran apabila konsumen dan perusahaan cenderung pesimis di masa datang. Industri manufaktur, jasa, dan retail terpuruk bulan ini disebabkan oleh apresiasi euro yang mengurangi kekompetitifan ekspor.

GDP Inggris
GDP di Q1 2008 yakni 2.3% lebih tinggi dari Q1 2007. Output produksi industri jatuh 0.2% dibandingkan dengan kenaikan 0.2% di kwartal sebelumnya. Kenaikan output manufaktur sebesar 4% cukup untuk mengimbangi penurunan supplai energi. Hampir seluruh sektor jasa menunjukkan pelemahan, terutama jasa bisnis dan keuangan. Ekonomi Inggris tumbuh lebih rendah dari kwartal sebelumnya tidak begitu mengejutkan seiring data yang menunjukkan akan terus berlanjutnya penurunan. Satu-satunya sektor yang bertahan adalah pengeluaran rumah tangga yang sedang mengalami tekanan yang berat saat ini.

Data Konsumsi dan Inflasi Jepang Memicu Kekhawatiran Resesi
Pengeluaran belanja rumah tangga Jepang merosot, lowongan pekerjaan jatuh ke level rendah tiga-tahun dan tingkat inflasi hampir berlipat ganda, menunjukkan bahwa ekspansi pasca perang terpanjang negara ini mungkin berakhir. Saham jatuh dan obligasi menguat akibat khawatir dengan rekor harga minyak mentah akan mengurangi permintaan mobil serta televisi layar datar Jepang. Resiko resesi mungkin akan mencegah Bank of Japan untuk menaikkan suku bunga dari 0.5 % meski inflasi dunia meningkat. Kami jelas melihat bahwa sektor rumah tangga benar-benar dirusak oleh lemahnya pasar tenaga kerja dan pesatnya inflasi. Ekonomi Jepang kemungkinan menyusut di triwulan kedua.'

Nikkei Ditutup Terendah Dalam 2 Bulan, Eksportir Terpukul
Nikkei tergelincir 2% hingga ditutup pada level rendah 2 bulan pada hari Jumat memperpanjang kerugian dalam tujuh bulan, dimana Sony Corp dan eksportir lainnya terpukul akibat meningkatnya ketidakpastian ekonomi AS, tingginya harga minyak, dan penurunan tajam Wall Street. Sumitomo Mitsui Financial Group dan perbankan lainnya turun setelah Goldman Sachs memperingatkan berlanjutnya penghapusbukuan terhadap rekannya di AS yang memicu investor untuk menjual saham perbankan dan otomotif – menunjukkan suramnya prospek laba dan menggiring Dow ke level rendah dalam 21 bulan. Meskipun ada banyak faktor buruk yang melatarbelakangi jatuhnya bursa saham AS dan dunia; tapi penyebab utamanya adalah meningkatnya ketidakpastian.

Bursa Seoul Terperosok Akibat Kekhawatiran Ekonomi dan Inflasi
Bursa Seoul ditutup lebih rendah pada hari Jumat didorong ekportir seperti Hyundai Motor seiring tingginya harga minyak memicu kekhawatiran inflasi, membawa indeks turun hampir 2 %. Sektor otomotif dan perbankan melemah 3%, mengikuti kejatuhan Wall Street dan turunnya prospek ekspor akibat melemahanya sentimen konsumen seiring meningkanya tekanan inflasi. Ekspektasi pendapatan perusahaan utama di Korea Selatan juga diturunkan.

Indeks Hong Kong Turun Tajam, Akibat Kekhawatiran di AS dan Cina
Indeks Hong Kong turun 1.8% ke level rendah 3 bulan pada hari Jumat, akibat turunnya prospek pendapatan perusahaan utama di AS dan spekulasi naiknya suku bunga Cina yang menakuti investor. Bank terbesar di Eropa, HSBC Holdings, turun 1.7% setelah Goldman Sachs memperingati berlanjutnya penghapusbukuan Citigroup dan Merrill Lynch. Di lain pihak, Penambang emas, Zijin Mining, naik 3.2% mengikuti reli harga komoditas akibat melemahnya dolar. Bursa saham Hong Kong dan Cina menunjukkan oversold dan harga pada level ini cukup menarik, tapi investor terlalu gugup akan pasar global untuk melakukan pembelian.

No comments: