Monday, May 14, 2007

FOKUS PEKAN INI

Pasar Menyoroti Pertumbuhan, Serta Data Inflasi
Pasar uang akan diasah minggu ini dengan data pertumbuhan dan inflasi termasuk sederetan pidato para pembuat kebijakan yang akan menyoroti laju kedepan atas kebijakan moneter di Eropa dan Amerika Serikat. Pasar saham A.S dan Eropa telah pulih di hari Jumat setelah laporan pemerintah A.S meneguhkan bahwa tekanan harga produsen bersifat moderat di April, dua hari setelah Federal Reserve menyebutkan pelonggarannya pada inflasi dengan mempertahankan suku bunga. Namun lemahnya data penjualan ritel memicu kekuatiran seputar kondisi sehatnya ekonomi A.S, kekuatiran yang bisa jadi diperburuk oleh data housing starts hari Kamis.

Di zona eropa, estimasi awal dari pertumbuhan ekonomi kuartal pertama akan dirilis hari Selasa. "Saya rasa sorotan bakal fixed kuat pada persepsi pertumbuhan," ungkap David Brown, kepala ekonom Eropa di Bear Stearns. "Saya rasa ini merupakan kekuatiran nyata dibalik pemikiran pasar saat ini: kemungkinan lambatnya pertumbuhan ekonomi di A.S dan berapa banyak dampak negatif ini akan menjadi prospek pertumbuhan di Eropa," katanya. Pakar ekonom yang dijajak Reuters memperkirakan pertumbuhan gross domestic product (GDP) zona eropa akan menurun menjadi 0.5 persen di kuartal pertama dari 0.9 persen di kuartal empat, tahun lalu, terutama akibat naiknya pajak pertambahan nilai (VAT) di Jerman di awal tahun.

Pertumbuhan Zona Eropa Masih Sehat
Pertumbuhan diperkirakan bakal melambat tajam di Jerman, ekonomi terbesar dari blok yang beranggotakan 13 negara, menjadi 0.3 persen dari 0.9 persen pada akhir tahun setelah kenaikkan VAT mengikis belanja konsumen. "Saya rasa gambaran nyata untuk pertumbuhan zona eropa masih dalam kondisi sehat ... kendati berpotensi rapuh yang diakibatkan oleh Jerman," tambah Brown. Angka GDP akan diikuti oleh data inflasi zona eropa di hari Rabu, yang diperkirakan pada 1.8 persen untuk April, melemah tipis dari 1.9 persen di Maret. Fitur inflasi A.S untuk April akan dirilis Selasa. Pasar UK juga akan disuguhkan oleh inflasi harga konsumen dan produsen minggu ini, sementara Bank of England akan mengeluarkan laporan inflasi kuartal-nya di hari Rabu.

Sepekan Saham Asia – Waspada dan Memantau China
Meningkatnya kekhawatiran bahwa koreksi pasar masih terjadi kemungkinan membuat saham Asia tertekan di minggu ini, namun pengamat pasar mengatakan trend naik masih belum habis. Cina, Hong Kong, Korea Selatan, Australia, Singapura, Malaysia dan Indonesia seluruhnya menyentuh level puncak baru sebelum terjadi aksi jual setelah retailer AS melaporkan penjualan terendahnya mereka dalam rekor, memicu kembali kekhawatiran pada ekonomi AS, pasar ekspor utama Asia.

"Saya memperkirakan koreksi masih berlanjut. Tahun ini, jual di Mei dan keluar dari pasar masih terlihat. Sehingga kami berada pada kondisi konsolidasi," kata Louis Wong, direktur riset Phillip Securites berbasis di Hong Kong. Semua mata tertuju pada data harga konsumen hari Senin, dengan akselerasi apapun yang terjadi pada inflasi kemungkinan meningkatkan kekhawatiran tindakan lebih lanjut pada kebijakan Bank Sentral. Trader juga menatap pasar saham Cina daratan, yang telah naik lebih dari 50 persen tahun ini, mengikuti 130 persen melambung tahun lalu.

Jepang : Saham-saham kemungkinan mencari petunjuk dari rangkaian indicator ekonomi selama minggu ini baik di Jepang dan Amerika Serikat, salah satu pasar terbesar produk Jepang. Indeks Nikkei kemungkinan mencoba ke level 18,000, didukung oleh solidnya hasil pendapatan korporat dan naiknya pasar global akhir-akhir ini, kata Kenichi Hirano, operating officer di Tachibana Securities. "Pasar cukup solid untuk menerima rangkaian data dengan baik kecuali menghasilkan kejutan pasar," katanya.

Korea : Saham-saham tampaknya ringkih turun di tengah kekhawatiran rekor reli pada KOSPI tidak berlanjut, karena beberapa saham pencetak gain seperti POSCO kemungkinan ringkih untuk turun kembali. Investor kemungkinan juga memberi perhatian pada pasar Cina, ditengah kekhawatiran pemerintah akan melakukan intervensi untuk menurunkan lonjakan saham-saham, berpotensi membuat pasar jatuh di regional. "Reli yang lebih banyak dipicu sentimen dibanding fundamental tidak dapat diprediksi. Minggu ini kita akan bergerak mengikuti pasar global seperti Cina dan AS.," kata Kim Hak-kyun, seorang analis di Korea Investment dan Securities.

Hong Kong : Investor menghadapi lebih banyak kondisi turun seiring pekan volatilitas di tengah kekhawatiran bahwa pasar saham AS dan saham Cina daratan sudah terlalu jauh bergerak. "Masih ada lebih banyak tekanan untuk turun," kata Ernie Hon, strategist di ICEA Securities. Hon mengatakan indeks blue chip Hang Seng kemungkinan menyentuh 20,000 poin, yang masih di atas moving average 50 hari.

TEKNIKAL – Rupiah Menuju 8,500/Dlr Kendati Terjadi Koreksi
Rupiah kemungkinan menguat lebih lanjut dan tes 8,500-per-dollar di minggu-minggu mendatang, meskipun resiko koreksi jangka pendek, kata analis teknikal hari Jumat. Rupiah melemah 8,890 per dollar hari Jumat, melemah lebih dari 1.5 persen dari level Kamis karena aksi jual pasar saham global mendorong investor menjual asset beresiko. Namun prospek chart rupiah, yang menyentuh level tinggi setahun di 8,730 per dollar hari Kamis, masih bullish dan analis mengatakan mata uang kemungkinan menguat lebih lanjut 4 pesen ke 8,500 minggu depan meskipun mundur di hari Jumat.

"Secara nyata, kami melihat ada koreksi, namun kecuali kami tutup ke 8,937, Saya kira belum terlalu mengkhawatirkan," kata Kevin Edgeley, seorang analis di Goldman Sachs. "Dukungan ada di bawah 8,700 dan kami kemungkinan melihat sedikit konsolidasi, ada aksi ambil untung. Namun jika kami melihat penutupan di bawah level itu, maka kemungkinan menuju 8,500 sangat cepat," katanya. Edgeley mengatakan indicator chart utama menunjukkan kenaikan lebih lanjut pada rupiah, yang telah menguat hampir 1.7 persen terhadap dollar sejauh ini namun masih tertinggal dari mata uang Asia lainnya.

Pelemahan Dollar, Kemungkinan Lebih Jatuh Lagi
Dollar hanya akan melemah 3.4 persen dalam dua tahun terakhir ke level rendahnya dalam 10 tahun, menurut indeks Federal Reserve yang mempengaruhi perdagangan dengan 38 negara termasuk Cina, Meksiko, Kanada dan negara Eropa. Dollar anjlok 30 persen dalam tiga tahun akhir 1988. ``Pelemahan dollar akan melebar dan dapat bertahan selama bertahun-tahun,'' kata Bryson, seorang ekonom global Wachovia berbasis di Carolina Utara Charlotte yang sebelumnya analis di Federal Reserve. Investor sedang membuang dollar, terpikat oleh return yang lebih tinggi di tempat lain.Pertumbuhan AS kemungkinan lebih lambat dibanding Eropa kali pertama sejak 2001 dan Jepang untuk kali pertama dalam 16 tahun, perkiraan IMF.

No comments: